skip to Main Content
admin@sirohnabawiyah.com
Piagam Madinah

Piagam Madinah

Perjanjian Islam

Kemudian, Rasulullah mengadakan perjanjian antar sesama muslim. Ada 16 butir isi perjanjian, yang secara umum berisi tentang perintah untuk bersatu dan saling tolong menolong, larangan menzalimi, menjaga kehormatan, jiwa dan menjadikan Allah serta Rasul-Nya sebagai rujukan dari semua perselisihan di antara mereka.

Dengan adanya perjanjian tersebut, kekuatan sendi-sendi masyarakat semakin kokoh. Bahkan tidak hanya sampai disitu, Rasulullah juga mendidik para sahabat agar menjadi pribadi-pribadi mu’min yang berkualitas, berjiwa suci, berakhlak mulia, menanamkan kasih sayang, bersaudara, beribadah dan taat kepada Allah Ta’ala.

Ketika salah seorang sahabat bertanya kepadanya: “Islam apa yang paling baik?”, Rasulullah menjawab:
“Engkau memberi makan (orang lain) serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal”
Dilain waktu beliau bersabda:
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang lain tidur, kalian akan masuk syurga dengan tentram”

Dan di antara sabdanya juga:
“Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya”
“Orang muslim adalah orang yang orang-orang muslim (lainnya) selamat dari lisan dan tangannya”
“Tidaklah beriman seorang di antara kalian sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”
“Antar mu’min yang satu dengan mu’min lainnya, bagaikan bangunan, satu sama lain saling menguatkan”
Dan masih banyak hadits-hadits Rasulullah lainnya yang besar pengaruhnya dalam menciptakan pola hubungan yang baik di tengah masyarakat muslim. Sehingga masyarakat pada zaman sahabat dikenal sebagai contoh masyarakat yang ideal dan menjadi panutan sepanjang sejarah.
Di sisi lain, kepribadian Rasulullah sebagai pemimpin yang sangat agung, berwibawa dan berakhlak mulia, sangat besar perannya dalam mengarahkan masyarakat baru Madinah yang mampu mengatasi berbagai rintangan ke depannya.

Perjanjian Dengan Kaum Yahudi

Keberadaan kaum Yahudi sebagai bagian masyarakat Madinah tidak dapat dipungkiri. Walaupun mereka membenci Islam dalam dirinya, tapi sampai saat itu, mereka tidak menampakkan permusuhan. Karena itu, Rasulullah merasa perlu mengadakan perjanjian dengan mereka untuk semakin menguatkan sendi-sendi masyarakat Madinah.

Inti dari perjanjian tersebut adalah, saling menjaga keamanan bersama, saling menasihati, saling membantu, saling membela dari serangan musuh, menghormati kepercayaannya masing-masing dan tidak boleh saling menyerang atau memusuhi, dan jika ada pertikaian di antara mereka, maka rujukannya adalah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, lengkaplah sudah, Rasulullah telah membentuk satu masyarakat yang tertata sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat untuk dikatakan bahwa masyarakat di Madinah ketika itu adalah sebuah negara berdaulat dengan kekuasaan yang sah dan Rasulullah sebagai pemimpinnya.

Back To Top