skip to Main Content
admin@sirohnabawiyah.com
Fatuh Mekah

Fatuh Mekah

Penaklukan (Fatuh) kota Mekah merupakan kemenangan terbesar yang dengannya Allah muliakan agama-Nya, Rasul dan tentara-Nya. Negeri nan suci dan Rumah Allah nan mulia diselamatkan dari tangan-tangan orang-orang kafir dan musyrik.

fatuh-mekah2
fatuh-mekah3

Sebagaimana telah disebutkan dalam peristiwa Hudaibiah bahwa salah satu isi perjanjiannya adalah; suku-suku yang ingin bergabung dengan salah satu kedua belah pihak maka dia termasuk bagian dari kedua pihak tersebut. Tindakan permusuhan kepada suku-suku tersebut, berarti permusuhan kepada pihak yang melakukan perjanjian.

Berdasarkan pasal tersebut, Suku Khuza’ah ikut bergabung bersama Rasulullah¬, sementara Bani Bakar bergabung kepada suku Quraisy. Kedua suku ini pada dasarnya memang bermusuhan sejak zaman Jahiliah.

Bani Bakar ingin menggunakan kesempatan damai tersebut untuk melampiaskan balas dendamnya kepada suku Khuza’ah saat mereka tidak siap. Mereka menyerangnya secara tiba-tiba, suku Quraisy membantunya dengan senjata dan sejumlah orang-orangnya.

Kejadian tersebut segera sampai kepada Rasulullah. Maka Rasulullah bersiap-siap untuk menuntut balas perbuatan tersebut sebagai realisasi perjanjian Hudaibiah.

Tentu saja apa yang dilakukan oleh Suku Quraisy dan sekutunya merupakan pengkhianatan yang tidak ada pembenarannya sedikitpun. Suku Quraisy yang khawatir akibat dari tindakan seperti itu segera bermusyawarah. Mereka pun sepakat mengutus Abu Sufyan untuk memperbaharui perjanjian.

Berangkatlah Abu Sufyan ke Madinah. Setibanya di sana dia langsung menuju rumah putrinya Ummu Habibah, ketika dia hendak duduk di atas tikar milik Rasulullah¬, segera Ummu Habibah melipat tikar tersebut. Abu Sufyan berkata:

“Wahai putriku, apakah engkau sayang kepada aku agar tidak duduk di tikar ini, atau engkau sayang kepada tikar itu agar aku tidak duduki ?

“Ini adalah tikar milik Rasulullah¬, sedangkan engkau musyrik lagi najis”, tegas Ummu Habibah.

“Demi Allah, kini perangaimu jadi buruk”, ketus Abu Sufyan.

Setelah itu dia menghadap Rasulullah dan menyampaikan maksudnya. Namun beliau tidak memberikan jawaban sedikitpun, kemudian dia menghadap Abu Bakar, beliaupun tidak mau berbuat apa-apa, lalu menghadap Umar bin Khattab, kemudian Ali bin Thalib, Mereka semua tidak memberikan jawaban memuaskan. Diapun akhirnya kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.

Tiga hari sebelum sampainya berita pelanggaran perjanjian kepada Rasulullah, beliau telah memerintahkan Aisyah radhiallahu’anha untuk menyiapkan segala sesuatu untuknya. Tidak ada seorangpun yang tahu. Maka ketika Abu Bakar datang kepadanya, beliaupun heran, untuk apa hal tersebut. Bahkan Aisyah sendiri tidak mengetahuinya. Namun setelah jelas berita penyerangan Bani Bakar terhadap Khuza’ah, tahulah mereka sebabnya, Rasulullah memerintahkan mereka untuk bersiap-siap menuju Mekkah. Namun Rasulullah menghendaki hal tersebut tidak diketahui oleh Kaum Quraisy agar dapat melakukan penyerbuan mendadak. Untuk tujuan tersebut, maka Rasulullah mengirim pasukan yang dipimpin Abu Qatadah ke arah lain agar dikira bahwa Rasulullah akan menuju ke sana.

Namun, Hatib bin Abi Balta’ah mengirim surat ke suku Quraisy memberitahukan rencana tersebut lewat kurir upahan seorang wanita. Wanita tersebut menyimpannya di balik kepang rambutnya. Rasulullah mengetahui tindakan tersebut berdasarkan wahyu dari langit, maka beliau segera mengutus Ali dan Miqdad untuk mengejarnya. Merekapun berdua mengejar dan berhasil menemuinya. Mulanya wanita itu tidak mengakuinya. Namun setelah diancam geledah, akhirnya dia mengakuinya.
Rasulullah segera memanggil Hatib bin Abi Balta’ah. Dia mengakui perbuatan tersebut dengan alasan bahwa di Mekkah terdapat banyak sanak saudaranya yang jika terjadi serangan pasukan kaum muslimin, tidak ada yang akan melindungi mereka. Maksudnya adalah, dengan berita tersebut, sanak saudaranya bersiap-siap melindungi dirinya.

Umar bin Khattab sangat marah dengan perbuatan Hatib tersebut dan minta izin kepada Rasulullah untuk membunuhnya. Namun Rasulullah menenangkannya bahwa betapapun Hatib adalah sahabat yang pernah ikut perang Badar seraya berkata:

“Sungguh dia telah ikut perang Badr, engkau tidak tahu ya Umar, boleh jadi Allah telah menangkap isi hati mereka, dan berkata: Berbuatlah sesuka kalian, Aku sungguh telah mengampuni kalian”.

Umar menangis setelah mendengar keterangan Rasulullah¬, seraya berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”.

Demikianlah, akhirnya informasi persiapan kaum muslimin untuk sebuah peperangan tidak sampai kepada suku Quraisy.

Pada tanggal 10 Ramadhan, tahun 8 Hijriah, Rasulullah meninggalkan Madinah menuju Mekkah bersama 10.000 sahabat.

Rasulullah terus menempuh perjalanan dalam keadaan puasa hingga tiba di Kadid, lalu beliau membatalkan puasanya, kemudian diikuti oleh pasukannya. Setelah itu dia kembali berjalan hingga tiba di Wadi Fatimah pada malam hari. Kemudian beliau perintahkan pasukannya untuk menyalakan api, sedangkan Umar diperintahkan berjaga-jaga.

Di Marr adz-Dzahran, ketika Rasulullah sedang beristirahat, Abbas bin Abdul-Muththalib mengendarai keledai putih milik Rasulullah untuk memeriksa keadaan sekeliling. Setibanya di suatu tempat dia bertemu dengan Abu Sufyan yang saat itu sedang menyelidiki keadaan pula dari pihak Quraisy. Abbas bin Abdul-Muththalib memberitahukannya bahwa Rasulullah telah siap dengan pasukannya esok hari untuk menyerbu kota Mekkah.

Abu Sufyan yang saat itu merasa tidak ada jalan keluar lagi, segera diajak oleh Abbas bin Abdul-Muththalib untuk menemui Rasulullah. Setelah bertemu dengan Rasulullah dan melakukan dialog sebentar, akhirnya Abu Sufyan menyatakan masuk Islam.

Karena Abu Sufyan terkenal sebagai pembesar, maka sebagai penghormatan kepadanya, Rasulullah menjadikan rumahnya sebagai salah satu tempat yang aman bagi penduduk Mekkah untuk mencari perlindungan. Beliau bersabda:

“Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia aman, siapa yang menutup pintu rumahnya maka dia aman, dan siapa yang masuk Masjidil-Haram maka dia aman”.

Pada hari selasa pagi, tanggal 17 Ramadhan tahun 8 H, Rasulullah meninggalkan Marr adz-Dzahran menuju Mekkah.

Setibanya di Mekkah, Abu Sufyan segera mengumumkan keputusan Rasulullah bahwa siapa yang menutup pintu rumahnya dia aman, dan siapa yang masuk rumah Abu Sufyan maka dia aman dan siapa yang masuk Masjidil-Haram maka dia aman.
Sementara itu Rasulullah sendiri membagi pasukannya menjadi tiga bagian.

Pasukan sayap kanan dipimpin Khalid bin Walid yang diperintahkan untuk memasuki Mekkah dari dataran rendah, sedangkan pasukan sayap kiri dikomandoi oleh Zubair bin Awwam yang diperintahkan untuk memasuki kota Mekkah dari dataran tinggi. Sementara itu Abu Ubaidah berjalan kaki tanpa senjata diperintahkan untuk memasuki Mekkah melalui Lembah Wadi.

Maka pasukan mulai bergerak masing-masing sesuai perintah Rasulullah. Khalid bin Walid beserta pasukannya hanya sedikit menghadapi perlawanan Quraisy untuk kemudian dengan segera dapat dia selesaikan hingga kemudian dia dapat memasuki Mekkah dan menemui Rasulullah di bukit Shafa.

Sedangkan Zubair bin Awwam juga dapat memasuki Mekkah dan segera menancapkan bendera Rasulullah di dekat mesjid al-Fath, kemudian dia mendirikan tenda dan berdiam di sana hingga kedatangan Rasulullah.

Rasulullah memasuki Masjidil Haram dikelilingi sahabatnya dari Muhajirin dan Anshar. Kemudian dia menuju Hajar Aswad dan mengusapnya. Lalu beliau thawaf sambil memegang busur. Saat itu di Ka’bah terdapat 360 berhala, maka didorongnya berhala itu dengan busurnya seraya membaca:

“Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS. al-Isra’ : 81)

Saat itu beliau thawaf di atas hewannya namun tidak dalam keadaan ihram, karenanya beliau hanya thawaf saja. Setelah itu beliau memanggil Utsman bin Talhah pemegang kunci Ka’bah dan memintanya untuk membukanya. Lalu beliau masuk ke dalamnya.

Di dalam dilihatnya gambar-gambar, di antaranya gambar Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimassalam yang sedang mengundi nasib dengan anak panah, maka beliau berkata:

“Semoga Allah memerangi mereka (orang-orang musyrik), demi Allah keduanya (Nabi Ibrahim dan Ismail) tidak pernah melakukan hal ini sama sekali”.

Beliau juga melihat di dalam Ka’bah burung merpati yang terbuat dari kayu lalu dia hancurkan dengan tangannya, sedang gambar-gambar tadi beliau perintahkan untuk dihapus.

Setelah itu Rasulullah melakukan shalat di dalam Ka’bah. Kemudian dia keluar dari Ka’bah sedang masyarakat Quraisy menunggu-nunggu apa yang akan diperbuat Rasulullah. Maka setelah itu Rasulullah bersabda:

“Tiada ilah selain Allah, tiada sekutu baginya. Dia Yang Menepati janjinya, menolong hambaNya dan hanya Dia yang menghancurkan kekuatan musuh. Ketahuilah bahwa setiap kekuasaan, harta benda, atau darah ada di bawah kedua kakiku ini, kecuali kekuasaan mengurusi Ka’bah dan memberi minum jama’ah haji…..

“Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan Jahiliah dan pemujaan terhadap nenek moyang. Manusia dari Adam dan Adam dari tanah”.

Kemudian Rasulullah membaca ayat berikut :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat : 13)

Kemudian Rasulullah berkata:

“Wahai kaum Quraisy ?, Menurut kalian apa yang akan saya lakukan terhadap kalian ?”.

Mereka menjawab:
“Kebaikan, kamu adalah saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia”.

Rasulullah bersabda:
“Saya katakan kepada kalian apa yang dikatakan Yusuf kepada saudaranya:
“Pada hari ini tidak ada dendam untuk kalian”. Pergilah, sesungguhnya kalian bebas”.

Setelah itu Rasulullah mengembalikan kunci Ka’bah kepada Utsman bin Talhah. Kemudian ketika waktu shalat telah tiba, Rasulullah memerintahkan Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan.

Pada saat itu Rasulullah menjatuhkan hukuman mati kepada sembilan gembong kafir yang selama ini banyak menyakiti kaum muslimin, mereka adalah: Abdul Uzza bin Khotl, Abdullah bin Abi Sarh, Ikrimah bin Abi Jahl, Harits bin Nufail bin Wahb, Muqais bin Shabbabah, Hubar bin al-Aswad, dua orang biduanitanya Ibn Khotl yang selama ini sering menghina Nabi dan Sarah budak di Bani Abdul-Muththalib yang sempat membawa surat milik Hatib bin Abi Balta’ah.

Di antara mereka kemudian ada yang mendapatkan perlindungan, seperti Ibnu Abi Sarh, Ikrimah bin Abi Jahl, Hubar bin Aswad, Sarah dan salah seorang biduanita, sedang yang lainnya, dilakukan eksekusi mati terhadapnya.

Pada hari kedua keberadaannya di Mekkah, Rasulullah kembali berpidato dan menyatakan kesucian kota Mekkah. Tidak boleh ada pertumpahan darah di sana, tumbuhannya tidak boleh ditebang, binatang buruannya tidak boleh diburu, rerumputannya tidak boleh dicabut serta tidak boleh memungut barang yang jatuh kecuali untuk diumumkan.

Ketika Rasulullah sedang berdoa di Shafa seraya mengangkat kedua tangannya, kaum Anshar berbisik-bisik di antara mereka :

”Tahukah kalian, sesungguhnya Rasulullah akan menetap di sini jika. negerinya telah ditundukkan dan buminya telah dibebaskan untuknya?”.

Rasulullah yang mendengar bisik-bisik tersebut segera bertanya tentang apa yang mereka bicarakan. Mulanya mereka tidak mau menjawab, namun akhirnya mereka menyampaikan hal tersebut. Maka Rasulullah menenangkan mereka dengan berkata :

“Hidup dan matiku adalah akan berada di tempat hidup dan matinya kalian”.

Setelah Allah menundukkan kota Mekkah di tangan Rasulullah dan kaum muslimin, maka jelaslah kebenaran bagi penduduk Mekkah dan mereka sadar bahwa tidak ada jalan keselamatan kecuali Islam. Akhirnya mereka tunduk dan menyatakan bai’at kepada Rasulullah dan menyatakan kepatuhan dan ketaatannya kepada Rasulullah¬.

Rasulullah tinggal di Mekkah selama 19 hari. Selama itu beliau memperbaharui kembali rambu-rambu Islam, menyerukan manusia kepada petunjuk dan taqwa. Beliau juga memerintahkan Abu Usaid al-Khuza’i untuk memperbarui batas tanah haram, beliau pun mengirim tim-tim khusus untuk dakwah dan menghancurkan berhala di sekitar Mekkah. Lalu seseorang berteriak di kota Mekkah:

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia biarkan ada berhala di rumahnya kecuali dia hancurkan”.

Penaklukan kota Mekkah telah mengubah sejarah kaum muslimin, dimana kekuasan kaum musyrikan dengan penyembahan berhalanya berhasil ditundukkan dan tidak lagi diberi kesempatan dan peluang. Kini kekuatan politis dan agama di Jazirah Arabia dan sekitarnya berada di tangan kaum muslimin.

Back To Top