skip to Main Content
admin@sirohnabawiyah.com
Haji Wada’ Dan Wafatnya Nabi

Haji Wada’ dan Wafatnya Nabi

BERBONDONG-BONDONG MASUK AGAMA ALLAH

Setelah perjanjian Hudaibiah, kemudian disusul Fathu Mekkah lalu dikuatkan oleh kemenangan perang Tabuk. Semakin nyatalah kemenangan dakwah Rasulullah¬. Beban dakwah yang sejak awal dipikul sedemikian berat, penuh dengan rintangan dan cobaan, beliau dan para sahabatnya lalui dengan penuh kesabaran dan keuletan, diimbangi dengan strategi dan rencana matang, akhirnya membuahkan hasil yang sangat menggembirakan. Yaitu eksisnya agama Allah di Jazirah Arabia. Hal tersebut tampak dengan semakin berbondong-bondongnya orang yang masuk Islam.

Sebagai perbandingan, tentara kaum muslimin ketika terjadi perjanjian Hudaibiah berjumlah tak lebih 3000 orang, namun dua tahun kemudian pada peristiwa Fathu Mekkah sudah berjumlah 10.000 orang, lalu belum genap setahun kemudian pada perang Tabuk sudah berjumlah 30.000 orang dan akhirnya pada peristiwa Haji Wada’, hadir lautan manusia dari kaum muslimin waktu itu, yang berjumlah 144.000 orang.

Pada sekitar tahun-tahun tersebut (tahun 9-10 H), berdatangan utusan-utusan dari berbagai suku Arab untuk menyatakan Ke-Islamannya. Tak kurang terdapat 70 utusan yang datang kepada Rasulullah ¬.

HAJI WADA’

Pada tahun 10 H, Rasulullah mengumumkan akan melaksanakan ibadah haji. Maka kaum muslimin berdatangan ke Madinah untuk ikut menunaikan haji bersama beliau sekaligus ingin mengetahui pelaksanaannya sebagaimana yang Rasulullah lakukan.

Pada hari Sabtu, empat hari sebelum berakhir bulan Dzul Qa’idah, Rasulullah telah bersiap-siap untuk berangkat setelah waktu Dzuhur. Kemudian beliau tiba di Dzul Hulaifah sebelum waktu Ashar. Keesokan harinya, di tempat tersebut, sebelum shalat Dzuhur, Rasulullah mandi untuk persiapan ihram, lalu Aisyah memakaikan wewangian di badan dan kepalanya. Kemudian beliau mengenakan pakaian ihramnya, lalu shalat Dzuhur dua rakaat (diqhasar karena dalam perjalanan). Di tempat shalat tersebut, beliau berniat melakukan ihram haji dan umrah, yaitu haji Qiran, lalu beliau beranjak dan mengendarai ontanya; Quswa.

Setelah delapan hari perjalanan, menjelang tiba di Mekkah beliau mandi dan shalat Shubuh pada tanggal 4 Dzul Hijjah 10 H. Lalu beliau menuju Mekkah dan langsung ke Masjidil Haram melakukan thawaf dan sa’i antara Shafa dan Marwa, dan tidak melakukan tahallul, karena hajinya Qiron.

Sedang para sahabat diperintahkannya untuk menjadikan ihramnya kala itu sebagai ihram umrah . Maka setelah selesai thawaf dan sa’i mereka melakukan tahallul sempurna dari umrah.
Saat itu Rasulullah bersabda:

“Seandainya aku mengetahui lebih dahulu apa yang terjadi kemudian pada diriku, niscaya aku tidak akan membawa hewan qurban, dan jika tidak ada hewan Qurban padaku, niscaya aku akan tahallul”.

Pada tanggal 8 Dzul Hijjah -yaitu hari Tarwiyah- Rasulullah menuju Mina, di sana beliau shalat Dzuhur hingga Fajar. Setelah shalat Fajar, beliau berdiam sebentar hingga terbit matahari.

Setelah itu, beliau berangkat ke Arafah. Di Namirah di dapatkan kemahnya telah didirikan, maka beliau singgah di sana. Setelah matahari tergelincir dia naik ontanya; Quswa untuk berangkat hingga Lembah Wadi’. Di sana telah berkumpul sekitar seratus empat puluh empat ribu manusia. Maka di sana beliau sampaikan khutbahnya sebagai berikut:

“Wahai manusia, dengarlah ucapanku, karena sesungguhnya mungkin aku tidak akan menjumpai kalian lagi setelah tahun ini. di tempat wukuf ini selamanya.

Sesungguhnya darah dan harta kalian suci, sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini dan negeri ini. Ketahuilah semua perkara-perkara jahiliah berada di bawah kakiku tidak berlaku, begitu pula dengan darah jahiliah telah tidak berlaku. Darah pertama yang aku batalkan adalah darah Rabi’ah bin al-Harits yang dahulu disusui di Bani Sa‘ad lalu dibunuh oleh Hudzail. Riba Jahiliah juga telah tidak berlaku, dan riba pertama yang aku batalkan adalah ribanya Abbas bin Abdul-Muththalib, sesungguhnya semuanya tidak lagi berlaku.

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita, karena kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Untuk itu, hak kalian adalah bahwa isteri-isteri kalian tidak boleh menghamparkan alasnya kepada orang yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan hal itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Sedang hak mereka yang merupakan kewajiban kalian adalah diberi nafkah dan sandang yang layak.

Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat jika berpegang teguh kepadanya; yaitu Kitabullah.

Wahai manusia; sesungguhnya tidak ada nabi setelahku, tidak ada umat setelah kalian. Maka sembahlah Rabb kalian, shalatlah lima waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadhan), tunaikanlah zakat harta kalian yang akan mensucikan diri kalian, tunaikanlah haji ke Baitullah, ta’atilah pemimpin kalian, kalian akan masuk Surga Tuhan Rabb kalian”.

“Kalian bertanya tentang aku, apa yang akan kalian katakan ?”, mereka menjawab: “Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan (amanah) dan memberi nasihat”.

Lalu Rasulullah berkata seraya mengangkat telunjuknya ke langit kemudian mengarahkannya ke arah manusia seraya berkata: “Ya Allah, saksikan lah” (beliau ucapkan sebanyak tiga kali).

Saat itu yang berteriak menyampaikan khutbah Rasulullah adalah Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah selesai khutbah, turunlah firman Allah Ta’ala:

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. al-Maidah: 3)

Umar bin Khattab yang mendengar ayat tersebut menangis. Ketika ditanya mengapa dia menangis, beliau menjawab:
“Sesungguhnya sesuatu yang telah sempurna, berikutnya akan berkurang”.

Setelah khutbah, Bilal melantunkan adzan, kemudian iqomah, maka Rasulullah mengimami shalat dzuhur dua rakaat, kemudian iqomah lagi lalu beliau shalat Ashar dua rakaat, tidak ada shalat di antara keduanya. Kemudian Rasulullah mengendarai ontanya menuju tempat wukuf. Setiba di sana beliau memerintahkan ontanya untuk berdekam, lalu beliau menghadap kiblat, dan wukuf hingga terbenam matahari.

Setelah cahaya kekuningan sudah menghilang, beliau -seraya membonceng Usamah- berangkat ke Muzdalifah. Di sana beliau shalat Maghrib dan ‘Isya dengan sekali adzan dan dua kali iqomah, beliau tidak bertasbih di antaranya sedikitpun. Kemudian beliau tidur hingga terbit Fajar, lalu beliau shalat fajar setelah jelas masuk waktunya dengan adzan dan iqomah. Kemudian beliau mengendarai Quswa hingga tiba di Masy’aril Haram. Lalu beliau menghadap kiblat, berdoa, bertakbir, tahlil. Beliau tetap disitu hingga hari mulai terang.

Sebelum terbit matahari, beliau berangkat dari Muzdalifah ke Mina, kali ini beliau membonceng al-Fadhl bin Abbas. Ketika beliau tiba di Lembah Muhasir, beliau mempercepat sedikit, kemudian menempuh jalan tengah hingga tiba di Jumrah Kubra yang disebut dengan Jumrah Aqobah. Kemudian beliau melempar batu-batu kerikil sebanyak tujuh kali seraya bertakbir setiap kali lemparan. Setelah itu, beliau menuju tempat berkurban, lalu beliau menyembelih enam puluh tiga onta dengan tangannya. Kemudian dari hewan-hewan itu ada yang dimasak dan dimakan olehnya.

Setelah itu Rasulullah menuju Mekkah. Pada tanggal 10 Dzul Hijjah (Hari Nahr), ketika waktu dhuha sudah tiba, beliau berkhutbah lagi. Di antara isinya adalah sebagaimana yang beliau ucapkan pada khutbah Wada’ di Arafah.
Kemudian pada hari Tasyrik, beliau menetap di Mina, menunaikan manasik haji dan mengajarkan ajaran-ajaran agama, berzikir kepada Allah, menegakkan ajaran-ajaran Allah dan menghapus bekas-bekas kesyirikan dan simbol-simbolnya. Beliaupun juga berkhutbah pada sebagian hari Tasyrik.

Pada hari Nafar Tsani (tanggal 13 Dzul Hijjah), Rasulullah keluar dari Mina, setelah itu singgah di Bani Kinanah bin Abtah beberapa hari. Kemudian beliau menuju Mekkah untuk thawaf Wada’ dan beliau juga perintahkan para sahabatnya untuk thawaf Wada’.

Setelah selesai melaksanakan semua manasiknya, beliau menyerukan rombongan untuk kembali ke Madinah.

PASUKAN PERANG TERAKHIR

Ketika Rasulullah masih melihat kesewenang-wenangan penguasa Romawi dan kesombongan mereka, beliau menyiapkan pasukan besar untuk dikirim ke Romawi pada bulan Shafar tahun 11 H untuk menakut-nakuti Romawi dan mengembalikan kepercayaan bangsa Arab dan suku-suku perbatasan yang sudah berpihak kepada Rasulullah. Usamah bin Zaid ditunjuk menjadi panglima perang.

Kaum muslimin memperbincangkan keputusan Rasulullah dalam pengangkatan Usamah karena usianya yang masih belia sehingga mereka terasa enggan untuk berangkat.

Akhirnya Rasulullah bersabda:

“Jika kalian menyangsikan kepemimpinannya, dahulupun kalian menyangsikan kepemimpinan bapaknya. Demi Allah, sesungguhnya beliau mampu memimpin, dan sesungguhnya bapaknya adalah orang yang paling saya cintai, dan beliau adalah orang yang paling saya cintai sesudahnya”.

Akhirnya pasukan sepakat berada di bawah komando Usamah. Maka Usamah mulai mengatur pasukannya dan berangkatlah mereka hingga sebuah tempat bernama Jaraf, sekitar satu farsakh dari kota Madinah. Akan tetapi berita sakit kerasnya Rasulullah membuat mereka menunda meneruskan perjalanan mereka sambil menunggu kabar pasti tentang beliau.

Ketentuan Allah jualah, jika akhirnya pasukan ini kemudian menjadi pasukan pertama yang dikirim pada zaman Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq.

MENGHADAP KEHARIBAAN ALLAH

Tanda-Tanda Perpisahan

Ketika dakwah sudah semakin sempurna, dan Islam sudah mengendalikan keadaan, mulailah tampak tanda-tanda perpisahan Rasulullah dengan kehidupan. Hal tersebut tampak dari perasaan, ucapan dan perbuatan beliau¬.
Pada bulan Ramadhan tahun 10 H, Rasulullah melakukan I’tikaf selama 20 hari, padahal pada tahun-tahun sebelumnya, beliau hanya beri’tikaf selama 10 hari. Kemudian malaikat Jibril mengajarkannya al-Quran sebanyak dua kali padahal sebelumnya hanya sekali.

Dan pada haji Wada’ beliau bersabda:

“Saya tidak tahu, mungkin saja saya tidak berjumpa dengan kalian setelah tahun ini di tempat wukuf ini selamanya”.

Kemudian di Jumrah Aqabah beliau juga bersabda:

“Ambillah dariku manasik haji kalian, mungkin saya tidak sempat pergi haji lagi setelah tahun ini”.
Kemudian turun pula surat An-Nashr pada pertengahan hari Tasyriq. Beliau tahu bahwa itu tanda perpisahan dan ucapan duka bagi dirinya.

Pada akhir bulan Shafar tahun 11 H, Rasulullah keluar menuju Uhud, lalu beliau mendoakan Syuhada Uhud, seakan perpisahan kepada orang-orang yang hidup dan yang telah mati, kemudian menuju mimbar dan berpidato:

“Aku alam mendahului kalian, aku alam menjadi saksi bagi kalian, sungguh sekarang aku telah melihat telagaku, dan sungguh aku telah diberikan kunci-kunci bumi dan simpanannya, sungguh aku tidak takut kalian berlaku syirik setelahku, akan tetapi yang aku takutkan adalah kalian saling berlomba-lomba terhadap dunia”

Kemudian beliau juga pergi ke pekuburan Baqi’, lalu mengucapkan salam kepada penghuninya dan memintakan ampunan untuk mereka.

Permulaan Sakit

Pada tanggal 29 Shafar tahun 11 H, hari Senin, Rasulullah menderita sakit kepala dan merasakan panas yang sangat.

Begitu seterusnya Rasulullah menderita sakit selama 13 atau 14 hari. Namun Rasulullah masih sempat mengimami shalat berjama’ah sekitar sebelas hari.

Minggu Terakhir.

Sakit Rasulullah kian parah. Dia bertanya kepada isteri-nya :

“Di mana giliran saya besok, di mana giliran saya besok?”.

Mereka memahami maksud Rasulullah, maka mereka mengizinkan Rasulullah untuk tinggal di mana beliau suka. Akhirnya Rasulullah pindah ke rumah Aisyah. Selama di sana Aisyah membacakan surat al-Mu’awwizzat (surat-surat yang berisi mohon perlindungan; al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Nas) dan doa-doa yang dia dapatkan dari Rasulullah, kemudian dia tiup dan diusapkan ke tubuh Rasulullah dengan tangannya, mengharapkan barokah darinya.

Di sanalah beliau menghabiskan minggu terakhir kehidupannya.

Lima Hari Sebelum Meninggal

Lima hari sebelum meninggal, panas Rasulullah bertambah, sakitnya makin keras. Beliau minta para shahabatnya untuk menyiramkannya. Para sahabat melakukannya dan menyiramkannya, hingga beliau berkata: “Cukup,…. Cukup”.
Ketika itu beliau merasakan kesehatannya membaik, maka beliau masuk mesjid dengan kepala diikat. Lalu duduk di atas mimbar dan berkhutbah di hadapan orang-orang yang mengelilinginya :

“Laknat Allah terhadap orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid,… Jangan kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah”

Kemudian Rasulullah meminta kepada hadirin untuk membalas apa yang pernah dia lakukan terhadap mereka, seperti jika ada yang dicambuk atau dicaci. Setelah itu, beliau shalat Dzuhur, dan kemudian kembali lagi menyampaikan khutbahnya, juga berpesan kepada kalangan Anshar.

Beliaupun sempat memuji Abu Bakar dengan ucapannya :

“Sesungguhnya orang yang paling banyak melindungi aku dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, seandainya aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, akan tetapi cukup dengan persaudaraan Islam dan kasih sayang, semua pintu yang ada di Mesjid Nabawi harus ditutup kecuali pintu Abu Bakar”.

Empat Hari Sebelum Meninggal

Pada hari Kamis, empat hari sebelum wafat, sakit Rasulullah kian parah, beliau berkata :
“Mari berkumpul akan saya tuliskan wasiat untuk kalian, agar kalian tidak sesat setelah itu”.

Saat itu berkumpul beberapa tokoh, di antaranya Umar. Maka berkatalah Umar:

“Sakit beliau sangat parah, sedangkan bagi kalian ada al-Quran, cukuplah bagi kalian al-Quran”.
Ahlul Bait berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang meminta dituliskan wasiat Rasulullah¬, dan ada yang berpendapat seperti Umar. Akhirnya Rasulullah meminta mereka untuk beranjak.

Namun pada hari itu, Rasulullah sempat berwasiat tiga hal :

Pertama, beliau berwasiat untuk mengeluarkan Yahudi dan Nashrani dan kaum musyrikin dari Jazirah Arab.
Kedua, melanjutkan kembali pengiriman para utusan sebagaimana yang telah beliau lakukan.
Ketiga, perawinya lupa, kemungkinan adalah wasiat berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah, atau meneruskan pengiriman pasukan Usamah atau wasiat tentang shalat atau memperhatikan budak.
Meskipun sakit Rasulullah sangat parah, beliau tetap shalat sebagai imam. Pada hari itu, beliau masih sempat shalat Maghrib sebagai imam dengan membaca surat al-Mursalat. Namun pada waktu shalat Isya’, sakitnya semakin berat, sehingga dia tak kuasa keluar.

Aisyah radhiallahu’anha mengisahkan, saat itu Rasulullah bertanya kepadanya : “Apakah orang-orang sudah shalat ?”, beliau jawab : “Belum ya Rasulullah¬, mereka menunggumu“. Rasulullah kemudian minta diambilkan air untuk mandi, lalu beliau mandi, setelah itu beliau pingsan. Setelah sadar beliau bertanya lagi : “Apakah orang-orang sudah shalat ?”, lalu dia mandi lagi, kemudian pingsan lagi, begitu hingga terjadi tiga kali. Setelah itu dia meminta Abu Bakar untuk menjadi imam shalat. Maka Abu Bakar mengimami shalat pada hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah sebanyak tujuh belas kali.

Aisyah radhiallahu’anha berulang kali mohon kepada Rasulullah agar Abu Bakar tidak dijadikan sebagai imam shalat supaya orang-orang tidak merasa berat kepadanya, namun beliau menolaknya, seraya berkata :

“Sesungguhnya kalian seperti wanita-wanita (pada zaman Nabi) Yusuf, perintahkan Abu Bakar untuk shalat menjadi imam” .

Sehari atau Dua Hari Sebelum Wafat.

Pada hari Sabtu atau Ahad, Rasulullah merasakan sakitnya terasa ringan. Maka diapit oleh dua orang, beliau keluar untuk shalat Dzuhur, sementara itu Abu Bakar sedang mengimami shalat.
Ketika Abu Bakar melihatnya, maka Abu Bakar berusaha mundur, namun Rasulullah memberikan isyarat kepadanya agar tidak mundur. Beliau berkata : “Dudukkan saya di sampingnya”.

Maka Rasulullah didudukkan di sisi kiri Abu Bakar, dan Abu Bakar mengikuti shalatnya Rasulullah dan memperdengarkan takbir kepada ma’mum.

Sehari Sebelum Wafat.

Pada hari Ahad, sehari sebelum wafat. Rasulullah memerdekakan budaknya. Beliaupun bersedekah sebanyak sembilan dinar, senjatanya dihadiahkan kepada kaum muslimin.

Pada malam harinya, Aisyah meminjam minyak untuk lampu dari tetangganya. Saat itu, baju besinya digadaikan kepada seorang Yahudi untuk mendapatkan tiga puluh sha’ gandum.

Hari Terakhir dalam Kehidupan Rasulullah.

Hari itu, hari Senin, Ketika kaum Muslimin shalat Subuh diimami oleh Abu Bakar, Rasulullah membuka tirai rumahnya untuk melihat mereka, beliau tersenyum dan tertawa. Abu Bakar mundur ke barisan shalat, karena dia mengira Rasulullah akan shalat. Namun Rasulullah melambaikan tangannya dan memberikan isyarat agar mereka meneruskan shalatnya, kemudian beliau masuk kembali ke kamarnya dan menutup tirai rumahnya.
Waktu Dhuha tiba. Rasulullah memanggil Fathimah lalu membisikkan sesuatu kepadanya. Diapun menangis. Kemudian beliau membisikkannya lagi. Kali ini dia tersenyum.

Di kemudian hari (setelah kematian Rasulullah¬), Aisyah bertanya kepada Fatimah radhiallahu’anhuma tentang kejadian tersebut. Maka Fatimah menjawab: “Rasulullah membisikkan kepadaku bahwa dia akan meninggal karena sakit yang dideritanya, maka aku menangis, kemudian beliau membisikkan aku lagi bahwa akulah dari keluarganya yang pertama menyusulnya, maka akupun tersenyum”.

Rasulullah pun memberikan kabar gembira kepada Fatimah bahwa dia adalah Pemimpin wanita di alam ini.
Fatimah menyaksikan dengan sedih penderitaan yang dialami oleh ayahnya. Diapun berucap : “Betapa menderitanya engkau wahai bapakku”. Namun Rasulullah menjawab: “Tidak ada lagi penderitaan bapakmu setelah hari ini”.
Kemudian Rasulullah memanggil kedua cucunya; Hasan dan Husain dan mencium keduanya, lalu berwasiat kepadanya. Kemudian terhadap isteri-isterinya beliaupun memberikan nasihat dan pesan-pesannya.

Sakit Rasulullah kian parah, namun beliau tidak lupa berwasiat kepada kaum muslimin :

“Shalat, Shalat, dan (perhatikanlah) budak-budak kalian yang kalian miliki”.
Diulanginya hal tersebut berkali-kali, maksudnya agar memperhatikan kedua hal tersebut.

Sakratulmaut

Mulailah saat-saat Sakratulmaut. Rasulullah berada di pangkuan Aisyah. Saat itu, Abdurrahman bin Abu Bakar datang membawa siwak. Rasulullah memandang ke arahnya.

“Mau aku ambilkan untukmu ?”, tanya Aisyah kepada Rasulullah, karena dia tahu bahwa Rasulullah menyenangi siwak. Rasulullah menganggukkan kepalanya tanda setuju. Lalu digosokkannya siwak tersebut ke mulut beliau.
Di hadapan Rasulullah terdapat air dalam sebuah wadah. Beliau memasukkan kedua tangannya dalam wadah tersebut dan mengusapkan ke wajahnya seraya berkata :

“Laa Ilaaha Illallah, sesungguhnya setiap kematian ada sekaratnya”

Persis setelah beliau selesai bersiwak, beliau mengangkat tangannya dan jarinya, dan matanya memandang ke arah langit-langit, bibirnya bergerak-gerak, Aisyah berusaha mendengarkannya beliau mengucapkan:

“Bersama-sama dengan orang-orang yang dianugrahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui” (QS. an-Nisa 69-70)

“Ya Allah, ampuni dan kasihilah aku, pertemukan aku dengan teman-teman yang tinggi (kedudukannya), ya Allah pertemukan aku dengan teman-teman (yang tinggi kedudukanya)

Beliau mengulangi kalimat tersebut sebanyak tiga kali, kemudian tangannya lemas dan akhirnya nyawanya terpisah dari tubuhnya. Inna Lillahi Wa Innaa ilaihi Raji’un.

Peristiwa tersebut, terjadi pada waktu Dhuha, hari Senin 12 Rabi’ul Awwal, tahun 11 H. Tepat pada usia Rasulullah 63 tahun lebih empat hari.

Para Sahabat Dilanda Kesedihan Mendalam

Berita wafatnya Rasulullah segera tersebar ke seantero Madinah.
Anas berkata :

“Tidak pernah aku melihat hari yang lebih bersinar terang kecuali saat Rasulullah datang ke negeri kami, dan tidak pernah kami melihat hari yang lebih kelam dan gelap kecuali hari wafatnya Rasulullah“

Ketika meninggal, Fatimah berkata :

“Wahai Bapakku, engkau telah memenuhi panggilan Rabbmu. Wahai Bapakku, Syurga Firdaus tempatmu, Wahai Bapakku, kepada Jibril kami khabarkan kematianmu”.

Sikap Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab pada awalnya tidak dapat menerima berita yang sangat mengejutkan tersebut.
Beliau berkata:

“Orang-orang munafik mengatakan bahwa Rasulullah wafat. Rasulullah tidak wafat, dia hanya pergi menemui Tuhannya, sebagaimana Musa bin Imran pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari lalu dia kembali setelah diberitakan bahwa dia telah mati. Demi Allah, siapa yang mengatakan bahwa Rasulullah telah mati akan aku potong tangan dan kakinya”.

Sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq

Adapun Abu Bakar, ketika mendengar berita tersebut, beliau menuju mesjid, kemudian masuk ke rumah Aisyah lalu menuju jenazah Rasulullah yang telah ditutup kain seluruh tubuhnya. Beliau singkap mukanya dan beliau cium seraya menangis.

Kemudian Abu Bakar keluar. Saat itu Umar masih berbicara di depan manusia.
“Duduklah wahai Umar” Perintah Abu Bakar kepadanya.

Namun Umar tak mau duduk. Maka Abu Bakar menemui orang-orang dan meninggalkan Umar.

Beliau berkata :

“Siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad¬, sesungguhnya Muhammad telah meninggal. Dan siapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak Mati.

Allah Ta’ala berfirman :

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad) ?. Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Qs. Ali Imron: 144)

Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata :

“Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak pernah merasa Allah telah menurunkan ayat tersebut kecuali setelah Abu Bakar saat itu membacanya. Saat itu semua orang menerima ayat tersebut, sehingga tidak ada orang yang diperdengarkan ayat tersebut kecuali dia membacanya “.

Umar berkata :

“Demi Allah, Aku tidak pernah menyadarinya sehingga Abu Bakar membacanya. Aku terpana, kedua kakiku terasa lemas, sehingga aku jatuh manakala dia membacanya. Saat itu aku baru sadar kalau Rasulullah telah meninggal”.

Pengurusan Jenazah Rasulullah.

Sebelum para sahabat melakukan pengurusan terhadap jenazah Rasulullah, mereka berselisih pendapat tentang siapa yang akan menjadi khalifah setelah Rasulullah. Terjadi dialog dan perdebatan antara golongan Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani Sa’idah. Namun akhirnya mereka sepakat memilih Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama setelah Rasulullah. Hal tersebut berlangsung hingga akhir malam selasa menjelang Subuh.

Sementara jenazah Rasulullah itu masih diselimuti kain.

Kemudian pada hari Selasa, mereka baru memandikan Rasulullah, tanpa melepaskan kainnya. Yang memandikannya adalah Abbas dan Ali dibantu oleh dua orang anak Abbas; Fadhl dan Qatstsam, serta Syaqran dan Usamah bin Zaid dan Aus bin Khauli.

Setelah itu mereka mengkafaninya. Namun kemudian mereka berselisih di mana Rasulullah akan dimakamkan. Hingga Abu Bakar berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

“Tidaklah seorang nabi meninggal, kecuali dia dikubur ditempat dia meninggal”.

Maka segera Abu Talhah mengangkat tempat tidur di mana Rasulullah meninggal, kemudian dia gali lobang dan membuat lahad di dalamnya.

Sementara itu, kaum muslimin menyalatkan Rasulullah secara bergantian di rumah beliau. Dimulai dari sanak saudaranya, kaum Muhajirin, Anshar, wanita lalu anak-anak.

Pengurusan jenazah tersebut selesai pada hari selasa malam (Rabu).

Back To Top