Kelompok yang Bersekutu (Goncangan bagi kaum muslimin)
Setelah peperangan-peperangan sebelumnya, Jazirah Arabia mengalami masa tenang. Melihat hal tersebut, kedengkian kaum Yahudi semakin menyala-nyala. Terlebih lagi mereka mengalami kekalahan dan kehinaan di hadapan kaum muslimin. Maka mereka segera melakukan konspirasi dengan mengutus 20 orang tokoh-tokoh mereka serta para pemimpin Bani Nadhir untuk menemui kaum Quraisy untuk menyerukan peperangan terhadap Rasulullah. Seraya menjanjikan untuk memberikan pertolongan dan berpihak kepada mereka. Kaum Quraisy pun menyambut seruan tersebut. Setelah berhasil dengan misinya, utusan tersebut kemudian menuju suku Gathafan untuk menyerukan hal yang sama pula. Merekapun mendapat sambutan positif dari suku Ghathafan. Kaum Yahudi berhasil dengan misinya. Selang beberapa waktu, dari arah utara keluarlah pasukan Quraisy dan Kinanah dan sekutu-sekutu mereka dengan empat ribu pasukan yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Sementara dari Timur, pasukan suku Ghathafan dan sekutu-sekutunya juga mulai berangkat. Pasukan Sekutu (Ahzab) tersebut, akhirnya keluar menuju kota Madinah untuk bertemu di tempat yang telah mereka sepakati.
Berdasarkan laporan intelijen, Rasulullah dapat mengetahui bahaya besar tersebut sejak dini. Maka tanpa membuang waktu, beliau mengumpulkan tokoh-tokoh kaum muslimin untuk bermusyawarah mengambil keputusan yang terbaik. Salman al-Farisi mengusulkan membuat parit untuk mencegah majunya pasukan Ahzab. Kaum muslimin menggali parit sepanjang siang, dan pulang ke rumah jika malam menjelang. Kelaparan sangat mereka rasakan, karena persediaan makanan yang sangat sedikit.
Wilayah yang digalikan parit hanya yang berada di sebelah utara saja, karena hanya daerah itulah yang terbuka, selebihnya, kota Madinah dikelilingi oleh kebun-kebun dan pegunungan. Maka kemungkinan yang ada bahwa musuh hanya akan menyerang dari arah utara. Setelah sekian lama, selesailah penggalian parit tersebut sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Pasukan Quraisy yang berjumlah 4000 orang mulai berdatangan, Begitu juga pasukan dari suku Gathafan bersama sekutunya dari arah yang berlainan. Sementara itu, Rasulullah juga keluar bersama pasukannya yang berjumlah 3000 orang, menuju perbatasan tempat digalinya parit. Ketika kaum musyrikin sudah siap-siap menyerang kota Madinah, mereka dikejutkan oleh adanya parit yang menghadang mereka. Strategi tersebut tidak mereka kenal sebelumnya dalam dunia militer. Akhirnya merekapun menempuh jalan pengepungan. Mereka berputar-putar sekitar parit tersebut dengan perasaan dongkol seraya mencari celah- celah agar dapat menembus pasukan kaum muslimin. Namun kaum muslimin selalu memantau gerak-gerik mereka dari seberang parit, sambil sesekali melontarkan anak panahnya agar pasukan musuh tidak berani mendekat.
Pengepungan tersebut terjadi berhari-hari. Antara kedua pasukan sempat terjadi saling melontar panahnya. Terdapat juga korban dari kedua belah pihak selama itu, namun hanya sedikit.
Dalam kondisi yang sangat genting tersebut, kaum Yahudi Bani Quraidzah yang memiliki perjanjian dengan Rasulullah untuk saling melindungi dan membela jika ada salah satu yang diserang, melakukan pengkhianatan dan mengingkari janjinya. Mereka memulai aksinya dengan mengutus seseorang untuk menyusup ke tempat perlindungan kaum sahabat wanita yang dijaga oleh Hassan bin Tsabit. Shafiah binti Abdul-Muththalib, bibi Rasulullah yang saat itu berada di dalamnya, mengetahui adanya seorang Yahudi berjalan mengendap-ngendap di tempat perlindungannya. Beliau segera memberitahu Hassan bin Tsabit tentang hal tersebut untuk segera mengambil tindakan, karena dia tidak percaya terhadap orang Yahudi yang sudah mengendap-ngendap seperti itu. Namun Hasan bin Tsabit tidak berani melakukannya. Maka Shafiah langsung bertindak dengan mengambil sebongkah kayu, kemudian dia turun dari perlindungannya dan memukul Yahudi tersebut hingga tewas. Tindakan yang sangat berani tersebut, ternyata memberikan dampak yang sangat besar dalam melindungi kaum wanita muslimah. Sebab orang-orang Yahudi Bani Quraidzah jadi mengira bahwa mereka dijaga oleh pasukan yang kuat -padahal saat itu tidak ada seorangpun tentara sahabat yang menjaganya- Maka orang-orang Yahudi itupun tidak berani menyerang tempat perlindungan kaum wanita muslimah. Namun di sisi lain mereka memberikan bantuan logistik kepada tentara musuh sebagai bukti nyata bergabungnya mereka bersama pasukan musuh melawan kaum muslimin.
Berita tersebut segera sampai kepada Rasulullah. Beliau segera mengeceknya untuk mengetahui sikap Bani Quraidzah yang sebenarnya agar dapat diambil tindakan militer kepadanya. Maka diutuslah Sa’ad bin Mu’az, Sa’ad bin Ubadah dan Abdullah bin Rawahah untuk tujuan itu. Ketika utusan Rasulullah tiba di benteng-benteng Bani Quraizah, ternyata mereka mendapatkan sikap yang sangat menyakitkan. Orang-orang dari Bani Quraidzah itu justru berteriak: “Siapa itu Rasulullah?, Tidak ada perjanjian antara kita dengan Muhammad”.
Jadilah kondisi saat itu sangat kritis. Di depan ada musuh yang sangat besar yang tidak dapat mereka tinggalkan, sementara di belakang ada orang-orang Yahudi yang berkhianat, padahal kaum wanita berada di dekat mereka. Menghadapi hal tersebut, Rasulullah mencoba mengatur strategi. Di antaranya, beliau mengirim sejumlah penjaga ke Madinah untuk melindungi kaum wanita muslimah di tempat perlindungannya.
Namun Allah Ta’ala memiliki rencana lain. Ada seseorang dari suku Ghathafan yang bernama Na’im bin Mas’ud bin Amir al-Asyja’i, datang menghadap Rasulullah seraya berkata bahwa dia telah masuk Islam, namun tidak ada seorangpun dari sukunya yang mengetahui hal tersebut. Dia siap mendapatkan tugas dari Rasulullah. Rasulullah segera memerintahkan untuk mengacau kekuatan musuh semampunya, beliau berkata : “Sesungguhny a peperangan adalah tipu muslihat”.
Maka pergilah Na’im bin Mas’ud menemui Bani Quraidzah yang semasa Jahiliah, dia memiliki hubungan erat dengan mereka. Dia katakan kepada mereka bahwa tindakan mereka berpihak kepada pasukan musuh adalah keliru. Sebab pasukan musuh tidak tinggal di negeri mereka. Kalau menang, pasukan tersebut akan merampas apa yang ada, kalau kalah, pasukan tersebut akan kabur meninggalkan mereka seorang diri menghadapi balas dendam tentara Rasulullah Setelah itu beliau menasihati mereka agar tidak berpihak kepada pasukan musuh kalau mereka tidak memberikan jaminan. Bani Quraidzah menerima usulan Na’im. tersebut.
Kemudian dia (Na’im) mendatangi Pasukan Quraisy yang juga semasa jahiliahnya memiliki hubungan baik dengan mereka. Lalu beliau memberitahukan mereka bahwa Suku Yahudi Bani Quraidzah menyesal telah berpihak kepada mereka dengan melanggar perjanjian dengan Muhammad. Karenanya mereka telah menyurati Muhammad bahwa mereka akan meminta jaminan dari pasukan Quraisy tersebut yang akan mereka serahkan kepada Muhammad untuk mengembalikan perjanjian tersebut dan bersatu melawan mereka. Maka beliaupun menasihati pasukan Quraisy untuk tidak memenuhi permintaan Bani Quraidzah apabila mereka meminta jaminan.
Kemudian beliau datang ke suku Ghathafan dan menyampaikan hal yang sama. Upaya Naim bin Mas’ud berhasil. Orang-orang Yahudi Bani Quraidzah mengirim surat kepada suku Quraisy dan Ghathafan untuk meminta jaminan dari mereka sebagai imbalan dari keberpihakannya kepada mereka, jika tidak maka mereka tidak akan bersedia berperang di pihak sekutu.
Melihat hal tersebut, orang-orang Quraisy dan Ghathafan merasa bahwa apa yang disampaikan Na’im adalah benar. Maka mereka segera memberikan jawaban, bahwa mereka tidak akan memenuhi permintaan Bani Quraizah. Mendapat jawaban tersebut, Bani Quraizah pun merasa bahwa apa yang disampaikan Na’im ada benarnya. Akhirnya kekuatan merekapun terpecah belah. Rasulullah berdoa: “Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, Yang Cepat Hisab-Nya, Hancurkanlah tentara sekutu, Ya Allah hancurkan mereka dan goyahkan mereka”.
Allah mengabulkan doa Rasulullah dan kaum muslimin. Setelah perpecahan melanda tentara sekutu dan mereka mulai lemah. Allah mengirim tentara-Nya berupa badai yang menghantam kemah-kemah mereka sehingga tidak satupun yang tidak tercabut, kemudian Allah utus tentara-Nya berupa malaikat untuk menggoncangkan mereka dengan menghembuskan ketakutan di dada mereka. Pada malam yang sangat dingin tersebut, Rasulullah mengutus Huzaifah bin al-Yaman untuk mencari informasi tentang keadaan pasukan sekutu. Maka berangkatlah Huzaifah menunaikan tugas tersebut. Akhirnya beliau mengetahui keadaan pasukan musuh yang sangat mengenaskan dan telah bersiap-siap untuk kembali. Maka hal itu segera dilaporkan kepada Rasulullah. Kini tahulah Rasulullah, bahwa Allah Ta’ala memenuhi janji-Nya, memuliakan tentara-Nya, dan menghancurkan kekuatan sekutu. Maka beliaupun memutuskan untuk kembali ke Madinah. Pengepungan pasukan Quraisy terhadap kaum muslimin di Madinah berlangsung kurang lebih selama sebulan.
Maka pergilah Na’im bin Mas’ud menemui Bani Quraidzah yang semasa Jahiliah, dia memiliki hubungan erat dengan mereka. Dia katakan kepada mereka bahwa tindakan mereka berpihak kepada pasukan musuh adalah keliru. Sebab pasukan musuh tidak tinggal di negeri mereka. Kalau menang, pasukan tersebut akan merampas apa yang ada, kalau kalah, pasukan tersebut akan kabur meninggalkan mereka seorang diri menghadapi balas dendam tentara Rasulullah Setelah itu beliau menasihati mereka agar tidak berpihak kepada pasukan musuh kalau mereka tidak memberikan jaminan. Bani Quraidzah menerima usulan Na’im. tersebut.
Kemudian dia (Na’im) mendatangi Pasukan Quraisy yang juga semasa jahiliahnya memiliki hubungan baik dengan mereka. Lalu beliau memberitahukan mereka bahwa Suku Yahudi Bani Quraidzah menyesal telah berpihak kepada mereka dengan melanggar perjanjian dengan Muhammad. Karenanya mereka telah menyurati Muhammad bahwa mereka akan meminta jaminan dari pasukan Quraisy tersebut yang akan mereka serahkan kepada Muhammad untuk mengembalikan perjanjian tersebut dan bersatu melawan mereka. Maka beliaupun menasihati pasukan Quraisy untuk tidak memenuhi permintaan Bani Quraidzah apabila mereka meminta jaminan.
Kemudian beliau datang ke suku Ghathafan dan menyampaikan hal yang sama. Upaya Naim bin Mas’ud berhasil. Orang-orang Yahudi Bani Quraidzah mengirim surat kepada suku Quraisy dan Ghathafan untuk meminta jaminan dari mereka sebagai imbalan dari keberpihakannya kepada mereka, jika tidak maka mereka tidak akan bersedia berperang di pihak sekutu.
Melihat hal tersebut, orang-orang Quraisy dan Ghathafan merasa bahwa apa yang disampaikan Na’im adalah benar. Maka mereka segera memberikan jawaban, bahwa mereka